Minggu, 29 Desember 2013

Semangkuk Stroberi Bersamamu

 
Judul : The Strawberry Surprise
Penulis : Desi Puspitasari
Tebal : 270  halaman
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit : Mei 2013
ISBN : 978-602-7888-36-4
Rate : 4/5

Dalam novel ini kita akan diajak untuk memahami makna setiap momen dalam kehidupan lewat fotografi. Ingatan seseorang itu seperti mata seorang fotografer, yang siap mengevaluasi setiap momen yang ditangkap oleh kameranya. “Dalam setiap momen tersebut terdapat segenap keterhubungan yang terlibat dan terus-menerus bergerak.” Anggi Halaman 12. Bahwa ingatan seseorang itu ibarat rangkaian kenangan yang tercetak dalam setiap foto. Tak heran bila kenangan-kenangan itu kadang muncul dalam benak kita secara tiba-tiba tanpa memandang waktu.
Bila dalam lima tahun kita masih sendiri dan belum menikah, kita akan bertemu lagi. Mencoba kembali menjalin hubungan. Temui aku saat kau mendengar tawaku! Anggi.
Setelah lima tahun berlalu, siapa sangka semangkuk stroberi itu dihidangkan kembali oleh Timur yang mampu melunakkan hati Anggi. Perlahan, ia menikmati setiap kejutan yang diberikan oleh Timur. Bahkan, dia mulai berhenti untuk selalu menganalisis segala hal romansa dengan begitu rasional.
Apa yang kamu sebut perasaan picisan itu bisa jadi hanya rasa takutmu saja. Yang lahir dari kekecewaan atau ketidaknyamanan pengalaman pada masa lalu. Cobalah untuk tidak terlalu tegang dan serius. Bisa jadi sesuatu yang bernama perasaan suka atau jatuh cinta kembali itu akan menarik bila kamu sedikit relaks.”Anggi Halaman 174
The Strawberry Surprise, sebuah novel dengan tema “Stroberi” yang menyajikan rasa manis dan masam yang ingin disampaikan dalam kisahnya. Alur ceritanya dibuka dengan rasa manis yang mengejutkan dengan kehadiran Timur kembali. Mulai ke tengah, ada rasa masam seperti perkenalannya dengan dua pria lain yaitu Thomas dan Wisnu. Menjalin hubungan dengan pria baru dengan harapan mendapatkan perlakuan cinta yang baru, namun justru mendapatkan cinta yang memuakkan dan menjengkelkan. Dan di akhir cerita, muncul rasa manis yang mengejutkan yang selalu dihadirkan oleh Timur dalam setiap pertemuan mereka. Menjalin hubungan kembali dengan seorang mantan yang mungkin akan terasa menjemukan, malah membuat Anggi menemukan kenyamanan pada dirinya sendiri. Momen ini benar-benar mewakili sifat dari stroberi yang tak terduga.
Bagi Saya, novel ini adalah novel roman yang sangat romantis. Membuat pembaca masuk pada bagian-bagian yang memikat hati. Dari konflik yang dibangun penulis, kita disuguhi pesan psikologis bahwa cinta itu tidak dapat selalu dinilai dengan cara berfikir rasional. Selain itu kita dapat mencicipi arti kehidupan bahwa dalam berpasangan, tugas kita adalah saling melengkapi kekurangan dan kelebihan. Semua dinikmati dan dijalani bersama-sama.
Kehidupan dalam pernikahan itu seperti semangkuk penuh stroberi, bukan? Ada bagian masam. Ada bagian Manis. Hasil foto ini juga seperti stroberi, bukan? Gambar lepas fokus seperti stroberi kecut. Tawa dan senyum lebar kita adalah bagian yang manis. Lalu, separuh itu? Bukankah itu yang namanya cinta dalam pernikahan? Yang separuh-separuh itu dijadikan satu untuk saling melengkapi.” Timur Halaman 267
Jadi stroberi macam apa aku?” Timur Halaman 267
Kamu tidak termasuk salah satu jenis stroberi apa pun karena kamu adalah rekan untuk menikmati semangkuk stroberi bersamaAnggi Halaman 267
Kelebihan dari novel ini adalah dapat memotivasi kita untuk mengunjungi tempat-tempat baru yang berbau seni seperti galeri seni, taman budaya, dan dapat menunjukkan kearifan lokal kota di sekitar kita. Dengan bahasa penulisan yang berbau khas jawa lalu dibubuhi pengetahuan Bahasa Prancis sang penulis, menjadikan novel ini semakin menarik dan menambah pengetahuan bahasa asing namun tetap menjunjung tinggi keunikan bahasa lokal. Novel ini juga sangat informatif dengan pengetahuannya tentang dunia fotografi. Sehingga kisahnya lebih aplikatif dan tidak monoton. Kesan terakhir dari Saya, novel ini sangat direkomendasikan untuk semua pembaca yang menyukai novel roman dengan gaya bahasa yang unik dan inspiratif.



Rabu, 04 Desember 2013

Berlibur ke Pulau Sempu

Pagi itu matahari enggan menyapa. Awal musim penghujan agaknya. Tak mendung. Hanya sedikit berawan dan biasanya akan cerah saat agak siangan lalu hujan pada sore harinya. Hal ini tak mengurungkan niat saya dan teman-teman untuk pergi berlibur. Tempat wisata yang saya kunjungi kali ini dapat ditempuh lima jam perjalanan dengan menggunakan mobil pribadi. Berangkat sekitar pukul tiga dini hari dari Surabaya, rombongan saya telah siap meluncur ke sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Pulau Sempu merupakan pulau kecil yang letaknya berbatasan dengan Selat Sempu (Sendang Biru) yang dikepung Samudera Hindia di sisi selatan, timur dan barat. Ada juga yang menyebutnya sebagai serpihan surga yang ada di Bumi. Pulau ini dapat ditempuh dari Kota Malang melalui Pantai Sendang Biru, lalu menyeberang menggunakan perahu nelayan, dengan perizinan dari Dinas Kehutanan Pulau Sempu terlebih dahulu. Sebelumnya di sini, saya dan teman-teman diberikan sedikit pengarahan tentang safety riding dalam perjalanan yang akan ditempuh untuk menuju mata air pulau tersebut. Sebuah mata air yang disebut segara anakan karena mata airnya yang asin dan dikelilingi oleh tebing yang indah. Rombongan saya kebetulan banyak wanitanya sehingga kami memakai jasa seorang guide. Biaya yang dibutuhkan untuk menyewa seorang guide ini sebesar seratus ribu rupiah. Sedangkan biaya untuk perahu penyeberang tadi sebesar seratus ribu rupiah untuk pulang pergi.

Saat itu, kami hanya membawa perbekalan dan air mineral secukupnya saja karena tidak berniat untuk menginap di sana. Mungkin bagi kalian yang ingin menginap, semacam membuat tenda, ada baiknya membawa persediaan air mineral lebih banyak dan bekal yang cukup. Nah, bicara soal  safety riding, saya sarankan kalian memakai sepatu khusus jika ingin pergi ke sana. Sepatu ini akan mempermudah kalian berjalan melewati medan yang sangat licin dan becek saat musim penghujan. Kalian bisa menyewanya tepat di dekat pos Dinas Kehutanan Pulau Sempu seharga dua puluh lima ribu rupiah. Saya bersama rombongan enggan menyewa saat itu. Biasalah... Berniat irit tapi malah mempersulit diri sendiri saat perjalanan. Waktu tempuh perjalanan yang dibutuhkan sekitar dua jam dengan berjalan kaki. Sementara kami melewatinya dengan 2,5 jam perjalanan akibat berjalan tanpa memakai alas kaki. Hal ini terjadi karena sandal kami semakin bertambah ketebalannya akibat dari tanah liat yang menempel. Hasilnya, kami terpeleset berkali-kali saat berjalan tanpa alas kaki. Lumayan seru. Eits... Jangan ditiru untuk yang berjalan tanpa alas kaki ini dan tetap harus hati-hati ya!!! Saat berjalan tanpa alas kaki, kalian bisa saja menginjak ranting berduri yang bisa menancap di kaki ataupun tak sengaja menginjak hewan seperti kalajengking, kelabang dan yang lainnya yang bisa membahayakan kita. Jadi utamakan keselamatan diri kalian saat mengadakan petualangan seperti ini. 

Pulau Sempu merupakan kawasan cagar alam yang dilindungi oleh pemerintah. Hutannya masih asri dan tak terjamah tangan manusia. Di sini juga nyaris tidak ditemukan mata air payau. Jadi, kalian tak perlu khawatir adanya binatang buas seperti buaya karena itu hanya ada di mata air payau. Setelah melewati jalan yang berliku, kelelahan saya dan teman-teman pun terbayarkan oleh hamparan pasir putih dan birunya air laut dari segara anakan yang ada di depan mata.